TINGKALANON - TANDEK - MORION

Monday, August 11, 2008

Menunggu Gendang Dipalu...

Bagai taufan kecil. Bergerak senyap, menunggu masa, memerhati dengan siaga, ada senyuman namun bicaranya masih misteri.. Deru angin menyeru empat penjuru bumi, menjelajah seluas langit dan sehijau belantara lalu menyerbu sebiru laut. Geraknya tidaklah terlalu pantas namun semilirnya tidak meliar, merebak, menular tanpa kekangan yang hakikatnya meresap ke jantung tanpa ada usaha menghalangnya. Rela dan redha. Bisik menghantar bisik ke seberang daerah. Salam berjabat di mana pelusuk, menghantar pesan berantai dan harapan yang makin tumbuh. Tiada pujukan, cuma semangat yang berdiri sendiri tanpa kata-kata. Cukup hanya bertukar pandang dan mengerti antara angguk dan sekadar ucapan memohon lalu. Nun di negeri kayangan, mereka bermain gendang paluan mengalun tari gemalai dan senandung yang gemersik. Leka. Lupa. Mungkin semakin angkuh. Atau kata Sang Raja 'usah gusar, mereka sudah beta berikan persalinan yang indah-indah'. Mungkin! Sebab mereka telah menghujankan titisan emas ke seluruh jajahan yang kontang. Mereka tahu, kemilau tunasnya pun akan merimbun juga ke meja perak berdian berlian menjadi hidangan dan santapan para pembesar. Rajanya ikut tersenyum melihat para sida-sida tersengih. Dua tiga kali bisik memanda menteri, hilai 'berdaulat' bergema ke udara sambil membetul-betulkan kain lenan bersalut emas. Keris kebesaran dikerling pendekar Di Bawah Bayu dan menghantar lirih ke seberang sana disambut Paduka Kenyalang yang semakin gemar memintal misai lentik, tidak siapa mampu membaca peluh yang menitis membasah genggaman sang perwira. Siapa mampu menyingkap sinis senyuman ketika duduknya sebaris laksamana istana kayangan. Satu ruang singkat, pendekar menyembunyikan geleng kepala melihat dahi laksamana kayangan itu cuma ada seribu sembah, dikumpul raja dihujung kakinya yang bersandal perak menjadi hiasan rasa.
Genderang mula menderam, itu isyarat pencak anak bangsa menunggu masa mengangkat panji di antara sunyi waktu dan kelibat tidak berbayang.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home