TINGKALANON - TANDEK - MORION

Thursday, September 25, 2008

Berkampung Di Ruang Tamu

Kepulangan ke desa baru-baru ini meninggalkan kesan yang sangat mendalam membungkus sanubariku. Pada suatu petang di Kuala Lumpur, hati ini dijentik kerinduan antara emosi dan degup jantung yang tidak selesai maksudnya. Bergenang air mata sekalipun tidak membasahi pipi seorang lelaki. Seakan-akan ada sesuatu yang terlepas, tidak melengkapi segugusan hasrat hati yang semakin kosong di tengah kotaraya. Bumi tempat kupijak ini bukan tidak pernah berjasa baik terhadap langkah perantau. Mungkin tempat ini terlalu jauh untuk menerima usapan tangan yang bergetar, berkedut nun di desa hijau sana, yang tidak pernah gagal menyembuh luka di bahu.

Saya akan sentiasa rindu untuk berada di antara kalian, berkampung di ruang tamu berkongsi derita, duka dan semua cabaran emosi. Ruang tamu itu ada pengajaran yang membesarkan kita dengan kenangan. Dulu, lidah berdarah bila bertikam kata. Hati terluka bila bicara bagai mata pedang. Gelora rasa yang bermusim antara hilang tegur sapa dan seteru yang termeterai di antara enggan dengan kata-kata maaf. Sekali lagi berkampung di ruang tamu memberikan nilai yang terbaik membasuh lelah rasa silam, sesuatu yang tidak perlu mendapat ruang dalam kata-kata, cukup pertemuan emosi mengikat kenangan menyatu rasa, dengan sendirinya menghapus luka-luka. Dan parut itu menjadi tanda kita pernah berjabat tangan dan genggaman erat itu menyembuhkan.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home